Sambo (bagian I)

Pagi yang manyogot ini terasa dingin alias ngali. Embun masih menyisakan jejaknya di halaman. Hhhrrrrrrr……

Mak Sidi pagi ini langsung ke tekape. Lapau Tapi Tangaie. (sejak dua bulan yang lalu Mak Sidi berganti lapau).

Dari gerbang masjid beliau langsung belok kanan.

“Kemana, Mak?” Sangkot sang gharim masjid menyapa sambil mengernyitkan alisnya. “Belok kiri jalan ke rumah Mamak.” Sembari mengingatkan. Agaknya Sangkot merasa orang tua itu sudah mulai pikun. Tidak tahu lagi jalan pulang.

“Eh, Regar rupanya. Wakden nak ke lapau. Lapau Tapi Tangair. Lah teragak nak mengopi. Etek Regar ndak di rumah. Kepatang dia pergi ke hilir dibawa cucunya.”

“Ooo. Saya kira Mamak lupa jalan pulang.”

“Eh, kecek Regar lah didik aku ni. Santana dapat surat kacik dari etek Regar, talap juga di aku manambah seorang lagi” Mulai naik tensi orang tua ini.

Untungnya Sangkot maklum dengan karakter Mak Sidi dan tidak melayaninya lebih jauh.

“Iyalah Mak, hati-hati, jalanan masih gelap dan banyak lobangnya Mak.” Ujar Sangkot sambil tersenyum.

“Itulah dek Regar yang merusuh dan menggamang di aku. Lah lima tahun indak ada dibetulkan orang jalan kita ni.” Sahut Mak Sidi sembari menyorongkan sendal jepitnya.

“Kok keikut Regar mengopi, molah sama kita. Ada ni lebih lebih menjual minyak serai wangi” ajak Mak Sidi.

“Terimakasih Mak. Saya mau membersihkan lantai masjid. Sudah banyak debu Mak” Sangkot menolak ajakan Mak Sidi.

Akhirnya Mak Sidi beringsut meninggalkan halaman masjid.

Meski masih relatif gelap dan banyak lobang, agaknya mamak kita ini sudah hapal jalan. Tanpa kesulitan beliau akhirnya sampai di tekape. Lapau Tapi Tangaie.

“Assalamualaikum” serunya di pintu masuk.

“Alaikumsalam” terdengar beberapa suara tidak serentak dari dalam kedai.

“Eh, mamak rupanya” Amran pemilik kedai menyambut. “Tumben mamak cepat datangnya. Biasanya jam lapan”

“Tumben ni apa maksudnya ni, Nakan?” Mak Sidi menatap lurus ke arah Amran. “Mencimeeh wakden?”

“Tidaklah Mak. Masak iya Mamak dicimeeh. Ketulahan malah saya” pintas Amran.

“Jadi, apa maksudnya tu?”

“Maksudnya, yang biasa mamak datang agak siang, tetiba datang pagi. Begitu mak” jelas Amran.

“Ooooo…. begitu” Sahut Mak Sidi sambil terus masuk.

Beberapa orang yang sudah lebih dahulu duduk dalam kedai kopi itu menyapa sambil menawarkan minum. Mamak kita manyahuti dengan senyuman.

“Teh talue tigo lenggek” teriak Mak Sidi sebagai tanda pesanan minum.

“Yooop…!” Amran dengan sigap langsung beraksi.

Tanpa menunggu lama pesanan Mak Sidi sudah terhidang. Lengkap dengan goreng pisang plus ketan. Asap ketannya masih mengebul.

Televisi 20 inchi yang digangung di dinding lapau menyiarkan acara talkshow. Seru sekalai para nara sumber itu berdebat.

“Ndak ada acara warta berita ni, Nakan?” Mak Sidi menatap Amran. “Supaya tau pula kita kabar perang di Ukraina tu.”

” Sekarang ini topik yang sedang hangat, Mak” Amran menerangkan.

“Apa topitnya yang hangat tu?”

“Bharada E, Mak”

…… (bersambung)

Diterbitkan oleh Noviar Tan Mudo

Drs Noviar, M.M Male, Married, 2 daught's 1 boy I'm a teacher

Tinggalkan komentar